Home » » REKONSTRUKSI PARADIGMA PEMUDA: NASIONALISME SEMU INDONESIAKU

REKONSTRUKSI PARADIGMA PEMUDA: NASIONALISME SEMU INDONESIAKU


 Merefleksi momentum kebangkitan nasional 21 Mei 1908 atas prakarsa Dr Wahidin serta para pemuda STOVIA adalah awal lahirnya nasionalisme. Ketertindasan rakyat Indonesia akibat kekejaman penjajah yang membuat para pejuang Indonesia berani melakukan perlawanan. Hal ini ditandai dengan makin tingginya semangat kesadaran ingin bersatu, ingin merdeka, serta membela tanah air.
Merdeka
Masih menggema kata-kata Bung Karno yang menggugah ”Beri aku seribu orang, dan dengan mereka aku akan menggerakkan Gunung Semeru! Beri aku sepuluh pemuda yang membara cintanya kepada Tanah Air, dan aku akan mengguncang dunia” Mengapa seorang Bung Karno mengatakan hal seperti itu? Apa yang menyebabkan pemuda begitu hebat di mata seorang pemimpin besar seperti Bung Karno?

Salah satu essensi pemuda merupakan agent of change yang potensial. Itu telah digariskan pada beberapa sejarah perjuangan mereka melawan penindasan. Dari tahun ketahun, benih-benih semangat perlawanan itu telah tampak, diantaranya adalah pada tahun 1908 lahirnya kebangkitan nasional, ditahun 1928 teriakan sumpah pemuda dikumandangkan sebagai cikal bakal persatuan Indonesia, di tahun 1945 para pemuda mendesak Bapak Soekarno dan Bapak Moehammad Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, lahir dan tumbangnya orde baru serta lahirnya orde reformasi. Sejarah telah melukiskan bahwa tanpa pemuda, negeri ini tidak akan menikmati kemerdekaan dan terus menerus hidup dalam ketidakadilan. Keberanian ini merupakan fenomena yang menunjukkan sungguh eksistensi pemuda Indonesia membawa peran yang strategis dan perubahan yang signifikan.
Adalah sebuah keniscayaan, bahwasanya pemuda adalah harapan bangsa. Tidak dinafikkan lagi, mau tidak mau pemuda kelak menjadi pelanjut estafet dari kaum tua. Baik-buruknya bangsa dan maju- mundurnya masyarakat sangat ditentukan  oleh komunitas pemuda. Karena pemuda memiliki peran sentral dan strategis, dan tidak berlebihan.
Namun ironinya, banyak dikalangan mereka tidak tahu dan tidak menyadari peran dan eksistensinya sebagai pemuda. Mereka hanya dimabuk oleh kepentingan-kepentingan hedonisme ditengah arus globalisasi tidak ada waktu untuk merenungkan dan mendiskusikan mengenai nasionalisme. Pengaruh-pengaruh westernisasi misalnya kerap bermunculan serta menjadi wabah, khususnya didaerah perkotaan. Perlu disadari bahwa didaerah kita masing-masing, warung internet yang menjadi tempat hobi setiap kalangan pemuda. Sembilan dari sepuluh diantara mereka hanya menghabiskan waktunya untuk OL (On Line) tanpa mencari informasi-informasi yang lebih penting dari itu. Sungguh pengaruh budaya kebarat-baratan tersebut telah mengoyak jiwa nasionalisme pemuda. Kegagalan mendefinisi nilai-nilai nasionalisme menyebabkan hingga kini belum lahir sosok pemuda Indonesia yang dapat menjadi teladan.
Banyak hal yang menjadi pemicu lunturnya semangat nasionalisme dikalangan kaum pemuda. Salah satunya adalah adanya krisis kepercayaan pada golongan tua. Kurangnya nilai kepercayaan pada golongan tua (elite politik) yang selalu mengumandangkan wacana-wacana kebangsaan yang tak berpenghujung praktisasi. Sehingga apa yang mereka tanamkan pada transferisasi ilmu bagi para pemuda, itu kemudian yang akan tumbuh kembali. Tumbuh menjadi pemuda yang banyak menebar janji belaka.
Seperti hal lainnya tempat-tempat hiburan seperti Night Club yang kerap dipadati pengunjung, justru didominasi oleh kaum pemuda, pengangguran-pengangguran yang kerap banyak menghabiskan waktunya nongkrong dipinggir jalan yang tidak memiliki kejelasan tanpa berusaha untuk mencari pekerjaan yang layak bagi mereka. Bahkan oknum-oknum seks bebas dan kriminalitas itu pun diantaranya adalah kaum pemuda. Kesemuanya itu menjadi barang yang cukup familiar ditegah-tengah masyarakat. Ironinya tidak ada satu pun yang sanggup untuk menghilangkan semua itu. Sungguh kalangan pemuda masih berada pada wacana-wacana praktis dan kepentingan pragmatis sesaat. Orentasinya belum diarahkan untuk kepentingan jangka panjang.
Dilain sisi, kerap ditemukan pula dikalangan pemuda saat ini adalah sentimen etno-nasionalisme. Mereka menganggap bahwa didaearahnya yang paling jago. Sulit untuk disatukan, karena dimasing-masing pihak selalu mengedepankan egosentris. Tidak perlu terlau jauh kita melirik, didunia kampus saja, dunianya anak muda itu kemudian bermunculan etnis-etnis kelembagaan. Mereka menjadikan lembaga mereka masing-masing sebagai lembaga persaingan antara lembaga lain. Tatkala diantara mereka menemukan rekannya yang diluar dari kubu/fakultas/lembaga mereka justru dijadikan orang asing bagi mereka. Padahal mereka itu satu atap, satu universitas, satu perguruan tinggi.
Sama halnya di Indonesia, yang kemudian sulit menjadi satu sebagaimana bunyi pancasila sila ke tiga, karena terlalu banyak etnis-etnis partai yang lahir di Indonesia. Tidak diragukan ketika mereka komitmen dengan kebangkitan Indonesia, namun menjadi  ketakutan ketika semboyang-semboyang yang mereka ikrarkan hanya sebagai wacana belaka dan juga saling menjatuhkan antara partai yang lain. Yang menjadi korban sendiri adalah rakyat Indonesia. Bagaimana Indonesia bisa maju ketika semua kalangan hanya selalu mementingkan kepentingan individu.
Paham-paham kedaerahan ini merupakan penyakit bangsa indonesia, yang suatu saat akan menjadi alternatif kehancuran bangsa Indonesia itu sendiri.
Persoalan yang kemudian terjadi saat ini adalah bagaimana menumbuhkan semangat dan paradigma nasionalisme dalam mempertahankan Negara Kedaulatan Republik Indonesia, ketika kondisi yang dialaminya seperti itu. Karena banyak yang kemudian akan harus menjadi hal yang diperhatikan, selain nasionalisme dikalangan pemuda. Adalah diberbagai aspek, antara lain aspek perekonomian, aspek budaya, aspek kepemimpinan, aspek politik, serta aspek keberagaman.
Kurang lebih enam setengah dasawarsa pasca kemerdekaan republik indonesia, bayak hal yang telah dinikmati dari jerih payah para pejuang indonesia merebut kedaulatan Indonesia. kekayaan yang melimpah ruah. Hasil bumi dan laut, sawah yang membentang luas, keindahan gunung-gunung yang menjulang tinggi, keberagaman penduduk, bahasa, dan budaya sebagai sloganitas “Bhinneka Tunggal Ika”. Tutur sapa yang anggun, budaya gotong royong, serta saling menghargai adalah jati diri bangsa Indonesia. Ini kemudian menjadi sebuah kewajaran tatkala Indonesia menjadi objek wisata bagi penduduk dunia.
Masalah terbesar yang kemudian menghantui pikiran kita, mengapa justru masih banyak rakyat Indonesia yang miskin, terbelakang, dan ketinggalan zaman. Karena mungkin krisisnya semangat nasionalisme kita mempertahankan NKRI. Padahal tanpa ada kesadaran nasional untuk menegakkan kemandirian dan kedaulatan nasional dibidang ekonomi, politik, dan pertahanan, barangkali kita tidak perlu bermimpi dan berbicara tentang masa depan Indonesia.
Adakalanya kita harus memaknai esensi dari nasinalisme. Rasa nasionalisme sesungguhnya adalah rasa membela tanpa mengharapkan pamrih. Seperti halnya ratusan orang berlomba-lomba untuk menjadi pemimpin di negeri ini. Karena hanya memperebutkan hal-hal yang ujung-ujungnya berbau material. Tapi apakah mereka akan kembali bersemangat menjadi seperti itu ketika tidak di gaji. Saya pikir tetap ada namun tidak sekondisi sekarang.
Contoh lainnya memaknai nasionalisme adalah setiap kali tim Indonesia mengalahkan tim negara lain pada pertandingan cabang olahraga bulu tangkis, kita bangga bukan main. Seakan-akan kita ikut berperan andil dalam kemenangan itu. stadion yang dijadikan tempat penonton seolah-olah mau runtuh. Teriakan dan tepuk tangan membahana, didalam dan diluar stadion, yang mendukung kesebelasan merah putih. Namun ketika kita kalah dalam pertandingan, kita kecewa luar biasa. Sampai-sampai kekecewaan kita terbawa berhari-hari.
Namun semua kini menjadi semu. Mengapa semangat-semangat nasionalisme olahraga itu tidak sama dengan nasionalisme bidang kehidupan lainnya, seperti perekonomian, pendidikan, pertahanan nasional, politik dan lain sebagainya. Globalisasi yang telah mengakar di era modernisasi telah mengkoyak jiwa-jiwa nasionalisme yang telah terbangun. Kata nasionalisme kini menjadi sesuatu hal yang sakral di kehidupan masyarakat. Sikap hedonisme, materialisme, chauvinisme, satanisme, individualisme, serta free sex yang merupakan candu dan merusak moral kaum pemuda. Racun-racun tersebut terlahir dari rahim globalisasi yang kini menjadi fenomenal dikehidupan dunia. Kondisi nasionalisme Indonesia ibarat patamorgana, yang seakan-akan ada namun terasa hampa, kesemuanya terasa semu.
Suatu bukti bahwa nasionalisme Indonesia dinilai semu, sebuah kebanggaan terbesar bagi Indonesia yang telah meraih rekor dunia yang mengahdirkan lebih dari 2000 pasang mata pada upacara penghormatan dibawah laut Munaken. Hal itu kemudian cuma menjadi catatan sejarah, catatan yang meninggalkan kenangan yang tidak merobah nasib Indonesia sama sekali, nasib yang selalu jadi miskin. Hal serupa lagi, jauh sebelum peringatan kemerdekaan Indonesia di meriahkan, seluruh penduduk Indonesia serentak mengibarkan bendera merah putih di depan rumah mereka masing-masing. Namun ironinya, setelah perayaan itu berlalu, bendera tersebut diturunkan kembali, dicuci, dilipat dan dimasukkan kembali kedalam lemari. Dan menunggu perayaan berikutnya untuk dikibarkan. Nasionalisme kita telah menjadi nasionalisme dangkal. Kita hanya membela merah putih hanya dalam hal yang bersifat simbolik. Mengambil kenikmatan dari hasil kemerdekaan, akan tetapi lupa pada pengorbanan para pejuang. Sungguh nasionalisme hanya sebatas slogan bangsa Indonesia. “Kacang Lupa Pada Kulitnya” sebuah peribahasa yang mungkin menjadi raport bagi bangsa Indonesia.
Menyangkut masa depan Indonesia, sudah saatnya kita berpikir keras. Para pemimpin kita seharusnya menahan diri, jangan menyampaikan hal-hal yang bisa mengurangi kepercayaan rakyat kepada pemerintah. Para pemimpin harus memperhatikan para pemudanya. Pemimpin yang memahami para pemudanya, adalah pemimpin yang menyelamatkan negaranya tanpa senjata.  Karena pemuda merupakan organ vital dalam menyalamatkan negaranya.
Ada tiga peran yang harus diperhatikan sosok pemuda. Pertama, Sebagai generasi penerus meneruskan nilai-nilai yang ada pada suatu kaum. Kedua, sebagai generasi pengganti menggantikan kaum yang memang sudah rusak dengan karakter mencintai dan di cintai Allah, lemah lembut kepada sesama, tegas kepada kaum kafir, dan tidak takut celaan orang mencela. Tiga, Sebagai generasi pembaharu.
Tidak semua hal pemuda menjadi menjadi penerus, pengganti maupun pembaharu. Kalau saja yang terwariskan itu kebobrokan. Maka pemuda harus menjadikan perannya sebagai generasi penerus, pengganti maupun pembaharu dalam kondisi sekarang. Ada beberapa hal yang harus dimiliki dan dilakukan oleh pemuda sebelum mengawali langkahnya.
1.      Memperteguh basis moral kepribadian yang akan membentuk peringai akhlak mulia. Meningkatkan iman dan takwa mereka kepada Allah SAW. Jejak perubahan akan menapak dengan jelas dan lugas jika sang pelopor menjadi model hidup yang diteladani.
2.      Mempertajam kompetensi diri pada suatu bidang atau keterampilan tanpa harus kehilangan konteks yang utuh dengan bidang-bidang terkait. Kompetensi ini juga harus kompetitif. Karena dengan kompetisilah seorang bisa mandiri.
3.      Mempersiapkan diri menjadi nahkoda bangsa. Melanjutkan estapet kepemimpinan dengan bersungguh-sungguh menimbah ilmu sebagai bekal masa depan di mulai dari sekarang.
4.  Indonesia yang notabenenya Negara tropis maritim kaya raya menempati peringkat IPM (Indeks Pembangunan Masyarakat) 109 dari 174 negara. ini sudah menjadi fakta bahwa Indonesia membutuhkan perubahan. Pemuda harus komitmen bahwa Indonesia harus menjadi barisan Negara-negara maju di dunia dimana keadilan dan kesejahteraan menjadi bagian tak terpisahkan. Angka kemiskinan harus ditekan seminimal mungkin begitupula dengan angka pengangguran. Korupsi harus diberantas, supremasi hukum harus ditegakkan. Isu-isu negative tidak boleh lagi terdengar di Indonesia, lingkungan, social, politik dan pendidikan.
5. Bersama-sama memupuk kehidupan yang benuansa toleransi, mengedepankan keberagaman, meminimalisir budaya-budaya etno-nasionalisme, baik suku, agama, ras, budaya, ataupun lembaga.
6.     Pemuda harus berupaya menetralisir segala bentuk penindasan dan menjadikan negara Repulik Indonesia menjadi negara yang mandiri, bermartabat, dan berdaulat tanpa menggantungkan nasib dengan bangsa lain.
7.      Membuang jauh-jauh kesan-kesan diskriminasi serta tatanan wacana yang tidak terealisasi.
Kini saatnya para pemuda membangun pondasi, memperkuat barisan nasionalis dalam mempertahankan kedaulatan Negara Republik Indonesia. Membuang kepentingan pribadi serta mengedepankan kepentingan golongan. Nasionalisme lahir karena ada rasa memiliki, rasa setia kepada tanah air. Saatnya membangun kembali paradigma pemuda tentang nasionalisme yang semu di Indonesia. Seperti seorang pemuda yang berjiwa ksatria akan selalu seperti berikut ini, jika ada 100 pejuang, maka aku termasuk didalamnya. Jika ada 10 pejuang, maka pun termasuk didalamnya. Jika hanya ada satu orang pejuang yang tersisa, maka itu pastilah aku. Karena nasionalisme bukanlah sebuah alat yang hanya dijadikan sloganitas bangsa, namun nasionalisme merupakan senjata dan benteng pertahanan tanah air dalam menjaga keutuhan bangsa Indonesia. 

Demikianlah Essay mengenai Rekonstruksi Paradigma pemuda: Nasionalisme Semu Indonesiaku, semoga bermanfaat dan menjadi renungan hidup.
Thanks for reading REKONSTRUKSI PARADIGMA PEMUDA: NASIONALISME SEMU INDONESIAKU

« Previous
« Prev Post
Oldest

0 komentar:

Posting Komentar